BAB I
PEDAHULUAN
Tumbuh kembang merupakan proses yang terus berlanjut yang
terjadi sejak kehamilan dan terus berlangsung sampai dewasa. Agar pertumbuhan
dapat terjadi secara optimal perlu perhatian khusus oleh orangtua terhadap
calon bayi. Masa kehamilan merupakan hal yang terpenting dalam menentukan anak
yang akan lahir sehat atau tidak, hal tersebut dapat diketahui dari gizi yang
dikonsumsi oleh sang ibu.
Perhatian yang lebih selama proses kehamilan seperti
konsumsi gizi yang cukup, juga tidak menutup kemungkinan anak akan terlahir
cacat, baik itu cacat fisik maupun mental sepeti sindrom down hal itu
disebabkan oleh faktor genetik, terjadinya sindrom down ditandai dengan
berlebihnya jumlah kromoson nomor 21 yang seharusnya dua buah menjadi tiga
sehingga jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah.
Pada manusia normal jumlah kromosom sel mengandung 23
pasangan kromosom. Prevalensi kelahiran anak SD (Sindrom Down) cukup tinggi
sekitar 1:700 kelahiran. Prevalensi ini akan meningkat sesuai dengan umur
kehamilan ibu, resiko terjadinya kelainan kromosom pada anak 4 kali lebih besar
pada ibu di atas 35 tahun, meskipun demikian 80% dari penyandang SD (Sindrom
Down) masih berusia muda.
Rumsan
masalah dalam makalah ini diantaranya adalah :
1. Megetahui Apa itu Down Syndrom?
2. Megetahui Penyebab Down Syndrom?
3. Megetahui Ciri-ciri Down Syndrom?
4. Megetahui
Terapi Gen (Harapan untuk Menyembuhkan Down Syndrom)?
5. Megetahui Jenis-Jenis Terapi yang Di
butuhkan Penderita Down Syndrom?
BAB II
SINDROM DOWN (DOWN SYNDROM)
A.
Pengertian
Down Syndrom
Perubahan jumlah dan struktur
kromosom ikaitkan dangan serius paa manusia. Ketika nondisjungsi terjadi dalam
meiosis, akibatnya adalah aneuploid, terdapatnya kromosom abnormal di
dalam gamet yang diproduksi, dan kemudian di dalam zigot. Meskipun
frekuensi zigot aneuploid bisa cukup tinggi pada manusia, sebagian besar
membahayakan bagi perkembangan embrio. Salah satu keadaan aneuploid adalah
Sindrom Down, mengenai kira-kira 700 anak yang lahir di Amerika Serikat.
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang
kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Down syndrome
merupakan kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang
cukup khas.
Menurut Dr. John Longdon Down,
kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun
1866.
Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid.
Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa
merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk
penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah “Down Syndrome”
dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah itu.
B.
Ciri-ciri
Down Syndrom
Menurut kamus psikologi, Down
Syndrom merupakan satu kerusakan atau cacat fisik bawaan yang disertai
keterbelakangan mental, lidahnya tebal dan retak-retak atau terbelah, wajahnya
datar ceper, dan matanya miring. Sedangkan menurut penelitian, down syndrome
menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup atau 1 diantara 800-1000 kelahiran
bayi. Diperkirakan saat ini terdapat empat juta penderita down syndrome di
seluruh dunia, dan 300 ribu kasusnya terjadi di Indonesia.
Down
Syndrom terjadi hampir merata pada laki-laki dan wanita. Penderita Down Syndrom
memiliki ciri yang khas, diantaranya yaitu:
1. Abnormalitas pada tengkorak
2. Abnormalitas pada muka
3. Tubuh pendek
4. Dagu atau mulut kecil
5. Leher pendek
6. Kaki dan tangan terkadang bengkok
7. Mulut selalu terbuka
8. Ujung lidah besar
9. Hidung lebar dan rata
10. Kedua lubang hidung terpisah lebar
11. Jarak antara kedua mata lebar
12. Kelopak mata mempunyai lipatan
epikantus
C.
Penyebab
Down Syndrom
Down syndrome terjadi karena
kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom manusia. Pada manusia normal,
23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga jumlahnya menjadi 46. Pada
penderita down syndrome, kromosom nomor 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi),
sehingga totalnya menjadi 47 kromosom. Jumlah yang berlebihan tersebut
mengakibatkan kegoncangan pada sistem metabolisme sel, yang akhirnya
memunculkan down syndrome. Hingga saat ini, diketahui adanya hubungan
antara usia sang ibu ketika mengandung dengan kondisi bayi, yaitu semakin tua
usia ibu, maka semakin tinggi pula risiko melahirkan anak dengan down syndrome
(Monks, Knoers, Haditono, 50-1).
Kromosom merupakan serat-serat khusus yang
terdapat didalam setiap sel didalam badan manusia dimana terdapat bahan-bagan
genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang. Selain itu down syndrom
disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa konsepsi.
Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan satu atau
ketidak mampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat. Sebagai
perbandingan, bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang)
yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Sedangkan bayi dengan
penyakit down syndrom terjadi disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 dimana 3
kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom.
Lahirnya anak yang menderita Syndrom
Down itu berhubungan erat dengan umur ibu. Tidak ada korelasinya yang konsisten
dengan umur ayah. Kemungkinan karena oosit mengalami waktu istirahat
(profase 1) yang sangat panjang yaitu sejak pemebentukan (meosis) oosit hingga
sampai ovulasi, dengan demikian membutuhkan waktu istirahat kira-kira 12-45
tahun, selama waktu yang panjang itu oosit mengalami nondisjunction. Biasanya
kalainan ini terjadi pada anak terkhir dari suatu keluarga besar, karena faktor
seorang ibu yang melahirkan pada usia lanjut.
Ada beberapa pendapat mengapa
terjadi nondisjunction, mungkin adanya virus akibat radiasi, mungkin adanya
pengandungan antobody tiroid yang tinggi, mungkin karena lama sel telur tidak
dibuahi di tuba fallopii.
Gambaran tentang peristiwa
nondisjunction
Gambar diatas menjelaskan bahwa: a.
Kromosom homolog dapat gagal berpisah selama anafase I. b. Kromatid gagal
berpisah selama anafase meiosis II. Kedua tipe kesalahan meiotik tersebut akan
menghasilkan gamet dengan jumlah kromosom yang tidak normal, karena seharusnya
pada meiosis 1 membawa 1 pasang kromosom, tetapi ini malah membawa 2 pasang
kromosom, sehingga pada meiosis 2 terjadi pembelahan ganda, akhirnya menjadi
trisomi pada kromosom 21, dan salah satu faktornya adalah usia.
Down Syndrom juga disebabkan oleh
kurangnya zat-zat tertentu yang menunjang perkembangan sel syaraf pada saat
bayi masih di dalam kandungan, seperti kurangnya zat iodium. Menurut data badan
UNICEF, Indonesia diperkirakan kehilangan 140 juta poin Intelligence Quotient
(IQ) setiap tahun akibat kekurangan iodium. Faktor yang sama juga telah
mengakibatkan 10 hingga 20 kasus keterbelakangan mental setiap tahunnya
(Aryanto, dalam Koran Tempo Online). Mutasi gen ini memiliki kemungkinan paling
besar terjadi pada kelahiran dimana usia ibu antara 40 sampai 50 tahun.
Persentasenya sekitar 1,5 per 1000 kelahiran.
D.
Terapi Gen (Harapan untuk Menyembuhkan Down Syndrom)
Down Syndom dapat dicegah dengan
melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil
terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah
mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun
harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki
risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak
bisa dicegah, karena Down Syndrom merupakan kelainan yang disebabkan oleh
kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3.
Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini
adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya Down Sydrom.
Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis
kromosom dengan cara
Untuk mendeteksi adanya kelainan
pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu mendiagnosa
kelainan kromosm, antara lain:
·
Pemeriksaan
fisik penderita
·
Chorionic
Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS)
Dalam
prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan diambil
dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-sel ini berisi
kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom Down. Sel dapat dikumpulkan
dengan cara yang sama seperti amniosentesis, tetapi metode lain untuk
memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim melalui vagina.
·
Pemeriksaan
kromosom
·
Ekokardiogram
(ECG)
·
Ultrasonografi
(USG)
Kegunaan
utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi usia kehamilan
janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari ibu siklus haid
terakhir). Manfaat lain dari USG juga dapat mengambil masalah-masalah alam
medis serius, seperti penyumbatan usus kecil atau cacat jantung. Mengetahui ada
cacat ini sedini mungkin akan bermanfaat bagi perawatan anak setelah lahir.
·
Pemeriksaan
darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
·
Amniosentesis
Prosedur
ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di rahim. Ini
dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit. Sebuah jarum dimasukkan
melalui dinding perut ibu ke dalam rahim, menggunakan USG untuk memandu jarum.
Sekitar satu cairan diambil untuk pengujian. Cairan ini mengandung sel-sel
janin yang dapat diperiksa untuk tes kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu
untuk menentukan apakah janin sindrom Down atau tidak. Amniosentesis tidak
dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi lebih tinggi
dan kehilangan kehamilan.
E.
Jenis-Jenis
Terapi yang Di butuhkan Penderita Down Syndrome
Pengobatan pada penderita down syndom belum ditemukan,
karena cacatnya pada sel benih yang dibawa dari dalam kandungan. Untuk membantu
mempercepat kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak, penderita ini bisa
dilatih dan dididik menjadi manusia yang mandiri untuk bisa melakukan semua
keperluan pribadinya sehari-hari seperti berpakaian dan buang air, walaupun
kemajuannya lebih lambat dari anak biasa, dengan terapi khusus, diantaranya
yaitu:
1) Terapi wicara
Suatu
terapi yang di pelukan untuk anak DS atau anak bermasalah dengan keterlambatan
bicara, dengan deteksi dini di perlukan untuk mengetahui seawal mungkin
menemukan gangguan kemampuan berkomunikasi, sebagai dasar untuk memberikan
pelayanan terapi wicara.
2) Terapi Okupasi
Terapi
ini di berikan untuk dasar anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman, dan
kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya
anak “bermasalah” tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga
beraktifitas tanpa komunikasi dan memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu
anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi, dengan atau tanpa menggunakan alat.
3) Terapi Remedial
Terapi
ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan akademis skill, jadi bahan
bahan dari sekolah bias dijadikan acuan program.
4) Terapi kognitif
Terapi
ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan perceptual, misal
anak yang tidak bisa berkonsentrasi, anak yang mengalami gangguan pemahaman,
dll.
5) Terapi Sensori Integrasi
Terapi
ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan pengintegrasian sensori,
misalnya sensori visual, sensori aktil, sensori pendengaran, sensori
keseimbangan, pengintegrasian antara otak kanan dan otak kiri, dll.
ruangan
terapi sendori integrasi :
6) Terapi Snoefzelen
Snoezelen
adalah suatu aktifitas terapi yang dilakukan untuk mempengaruhi CNS melalui
pemberian stimulasi pada system sensori primer seperti visual, auditori,
taktil. Taste, dan smell serta system sensori internal seperti
vestibular dan proprioceptif dengan tujuan untuk mencapai relaksasi dan atau
aktifiti.
Semua
terapi ini dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi dari tim dokter yang telah
memeriksa anak yang mengalami gangguan. Dengan melatih anak down
syndrome, diharapkan mereka memiliki skill yang makin lama makin berkembang dan
mereka diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri dengan aktivitas-aktivitas
yang sederhana.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Down
Syndrom adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak
yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini
terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat
terjadi pembelahan. Pada penderita down syndrom, kromosom nomor 21 tersebut
berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47 kromosom. Down
Syndrom merupakan satu kerusakan atau cacat fisik bawaan yang disertai
keterbelakangan mental, lidahnya tebal dan retak-retak atau terbelah, wajahnya
datar ceper, dan matanya miring, abnormalitas pada muka, tubuh pendek, dagu
atau mulut kecil, leher pendek, kaki dan tangan terkadang bengkok, dan kelopak
mata mempunyai lipatan epikantus. Down Syndom dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan
kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada
bulan-bulan awal kehamilan, dianataranya yaitu Pemeriksaan fisik penderita,
Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS), pemeriksaan
kromosom Ekokardiogram (ECG), Ultrasonografi (USG), Pemeriksaan darah (Percutaneus
Umbilical Blood Sampling), dan Amniosentesis. Untuk membantu mempercepat
kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak, penderita ini bisa dilatih dan
dididik menjadi manusia yang mandiri untuk bisa melakukan semua keperluan
pribadinya sehari-hari seperti berpakaian dan buang air, walaupun kemajuannya
lebih lambat dari anak biasa, dengan terapi khusus, diantaranya yaitu terapi
wicara, terapi okupasi, terapi remedial, terapi kognitif, terapi
sensori integrasi, dan terapi snoefzelen.



Komentar
Posting Komentar