Cerpen : AKU DAN MIMPI



AKU DAN MIMPI
Karya : ROKHMANUDIN


            Pikiranku masih terpaut pada mimpi semalam. Hati ini seolah tak yakin dengan perkataan yang kuucap. Jika benar-benar terjadi, mampukah kujalani secara utuh? Kutarik nafas panjang. Air keluar dari sela-sela bola mata. Membasahinya hingga tergenang. Tak mampu menampung lebih banyak, air mata membludak keluar mengalir deras. Betapa kokohnya diriku dalam mimpi, terbalik pada kenyataan yang sangat lemah berdiri pada pendirianku. Aku yang masih mengikuti arah angin yang kadang tak tentu arah membawaku. Andai saja aku yang kuat pada mimpi adalah aku dalam kenyataan. Pastinya aku mampu berjalan dengan tegap, walaupun angin besar menghadang yang kadang merayuku tuk mengikutinya. Dan dengan aku yang kuat pendirian akan mendapatkan nikmatnya kebahagiaan yang tak ternilai.
            Suara adzan terdengar saling menyahut. Memecahkan keheningan pagi yang dingin. Mengalir indah di kedua telinga ini. Aku yang sedari tadi duduk terpaku melihat jam dinding yang mengetukan nadanya per detik melangkahkan kaki tuk membuka jendela kamar. Membiarkan alunan nada adzan merasuk kamarku. Membiarkan udara pagi menyentuh semua dinding kamar. Daun-daun tampak berwarna hijau gelap.
            Kulekaskan diri tuk mengambil air wudlu. Terasa menyejukan hati dan jiwa. Kumulai menghadap Sang Illahi. Berserah diri dan menceritakan mimpiku semalam.
***
            Kususuri tiap sudut sekolah sambil berjalan santai, toh belum banyak siswa yang datang. Saat kuberjalan melewati lapangan basket, mimpi semalam terulang kembali dalam benaku.
            Saat itu hujan turun dengan derasnya. Mengguyurku dan teman sekelas yang asyik bermain basket. Semua lari menepi. Mencari tempat berteduh. Belum sempat ku berkumpul dengan teman-teman, tanganku seolah ditarik seseorang dengan kuatnya. Kulihat wajahnya tak begitu jelas. Hanya saja dia tinggi, kulitnya coklat sawo matang dan rambutnya keriting potong pendek. Ku diseret olehnya. Ku mencoba melepas tarikan tangannya, namun begitu kuat. Dia mendorongku hingga tubuhku terbentur tembok putih. Dia menyerbuku dengan nafsu. Kuterus mengelak darinya. Meminta tolong namun suaraku kalah dengan suara hujan. Aku bersikukuh menjaga kesucian dan kehormatan sebagai wanita dengan sekuat hati.
            “Ya Allah, jagalah kehormatanku. Hanya kepada-Mu aku berlindung dan berserah diri,” doaku terlontar dengan kerasnya. Suara bel istirahat menghentikan aksinya. Dia pergi menjauhiku. Rasa syukur pada-Nya tak henti kututurkan.
            Aku menangis mengingat sepenggal kejadian di dalam mimpiku semalam. Langit yang dari tadi mendung. Menitikan butir-butir air kecil. Mengikuti air mataku yang juga terjatuh. Aku segera kembali ke kelas. Kulihat beberapa temanku telah datang. Kusapa mereka. Ku duduk di tempat dudukku sambil memandang pintu kelas. Sepenggal mimpiku yang berikutnya kembali terurai.
            Aku langsung mengganti pakaian olahragaku yang kotor dan basah di ruang ganti sendirian. Kuusap air mata yang terus mengalir di lekuk pipi. Aku tak membawa jilbab tambahan sehingga, kupakai saja jilbab basah. Baru saja aku masuk ruang kelas, tiga laki-laki dan satu perempuan menghadangku. Aku tak begitu mengenal wajah mereka. Hanya terlihat samar-samar. Namun tiga lelaki di antara mereka ada yang bertubuh tinggi, tegap dan rambutnya tertata rapi sedangkan dua lelaki tingginya kurang lebih sama. Hanya yang satu memakai anting di telinga kirinya dan yang satu memakai jaket hitam. Wanita yang bersama tiga lelaki memiliki paras yang cantik dengan rambut diikat satu. Wanita tubuhnya lebih pendek dariku yang tingginya 158 cm. Mereka menatapku dengan sorotan tajam akan menerkamku.
            “Pakai jilbab basah ntar masuk angin lho…?” kata lelaki bertubuh tinggi itu.
            Ku hanya diam tidak menggubris kata-kata yang terlontar darinya. Mereka mengepungku.
            “Mendingan dilepas aja tuh jilbab!” kata lelaki berjaket hitam.
            “Bukankah kecantikamu nanti akan terlihat seutuhnya!” tambah lelaki beranting.
            “Apalagi kau lebih cantik bila tak berjilbab?” lelaki bertubuh tinggi ikut merayu lagi.
            Mereka terus mendesak tuk membuka jilbabku. Aku hanya diam.
            “Ayolah jangan diam saja. Nggak usah sok suci deh!” kata perempuan itu ketus. Kumulai gerah dengan bujukan mereka.
            “Aku hanya menjaga kesucianku agar tetap terjaga. Dan bukan sok suci! Kesucian itu hanyalah milik Allah semata. Wanita sendiri adalah aurat terkecuali wajah dan telapak tangan dan itu harus ditutup bukan dipertontonkan!”
            “Tapi kalo tubuhnya saja yang berjilbab dan hatinya nggak apa itu sama aja bohong, hah!”
            “Tubuh dan hati harus dijilbabi secara bersamaan. Jika hanya satu saja yang berjilbab itu berarti dia belum siap untuk menjalankan kewajiban dan berpendirian pada islam. Dia bagaikan bidadari yang kehilangan sayapnya…”
            “Sudahlah jangn teruskan celotehanmu yang basi itu. Ayo cepat buka tu jilbab. Pengin tak jambak rambutmu!” sela perempuan itu.
            Mereka menarik jilbabku. Spontan saja tanganku berusaha memegang jilbab agar tak lepas. Lama-lama ku muak dengan ulah mereka.
            “Cukup…!” teriaku sekuat tenaga. Mereka diam sesaat, mungkin harapan mereka adalah aku akan membuka jilbabku sendiri.
            “Sampai kapanpun aku akan tetap mempertahankan jibabku!”
            “Sampai kapan? Sampai tujuh turunan!”
            “Ha… ha… ha…” suara tawa mereka begitu keras di telingaku. Mereka berlalu pergi. Perempuan itu berbalik ke arahku dan mendorong tubuhku ke lantai teras kelas. Aku masuk ke ruang kelas. Duduk sendirian tak ada yang menemani. Pelajaran sedang berlangsung. Tiga lelaki dan satu perempuan duduk di belakangku. Meja mereka didorongnya ke arah kursiku. Menyempitkan ruang gerakku hingga ku terjepit. Aku berteriak dan memberitahukan kepada guru pelajaran bahwa aku terjepit. Namun dia hanya menatapku seolah takut melihat tampang beringas dari ketiga lelaki itu. Aku benar-benar terpojokan. Tak balas sedikitpun perbuatan mereka padakku.
            Inilah akhir mimpiku. Aku saja masih belum meresapi betul arti mimpiku ini. Ku singkirkan dulu masalah mimpi ini. Fokus pada sekolahku dulu hingga pelajaran silih berganti. Bel istirahat berbunyi. Aku diajak oleh salah satu teman sekelasku untuk shalat duha. Akupun mengiyakan. Selesai shalat entah dari mana kata-kata itu muncul dalam hatiku. “Aku harus merubah diriku menjadi lebih baik lagi sebagai wanita. Ya, seorang wanita yang teguh pendirian, menjaga kesucian, menjaga akhlak, menjaga hati dan menjaga auratku. Kini kutahu indahnya mimpiku semalam.”

Komentar